Monday, February 18, 2019

AKSIOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cabang-cabang Ilmu filsafat banyak sekali di antaranya yang ada dalam pembahasan makalah ini adalah, aksiologi, ontologi dan epistemologi. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah  nilai kegunaan  ilmu. Didalam ontologi banyak sekali yang berpendapat tentang definisi ontologi intu sendiri. 
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dalam pembahasan kali ini saya akan membahas beberapa point diantaranya adalah : Pengertian Epistemologi,Metode Induktif, Metode Deduktif, Metode Positivisme, Metode Kontemplatif, Metode Dialektis

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Aksiologi
2. Mengetahui Aspek yang ada pada Aksiologi
3. Mengetahui Isu dalam Aksiologi
4. Mengetahui kegunaan Aksiologi terhadap tujuan Ilmu Pengetahuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kata Aksiologi berasal dari bahasa yunani axios yang memiliki arti nilai, dan logos  yang mempunyai arti ilmu atau teori. Jadi, Aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, pemakalah akan menguraikan beberapa definisi tentang aksiologi, di antaranya:
1. Aksiologi yang terdapat di dalan bukunya Jujun S. suriasumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
2. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafst sosio-politik.

B. Aspek Aksiologi
Aspek aksiologis dari filsafat membahas tentang masalah nilai atau moral yang berlaku di kehidupan manusia. Dari aksiologi, secara garis besar muncullah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia, yaitu etika dan estetika.
Mengapa dalam filsafat ada pandangan yang mengatakan nilai sangatlah penting, itu karena filsafat sebagai philosophy of life mengajarkan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan yang berfungsi sebagai pengontrol sifat keilmuan manusia. Teori nilai ini sama halnya dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia.
1. Etika
Etika merupakan salah satu cabang ilmu fisafat yang membahas moralitas nilai baik dan buruk, etika bisa di definisikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan manusia atau masyarakat yang mengatur tingkah lakunya.
Etika berasal dari dua kata ethos yang berarti sifat, watak, kebiasaan, ethikos berarti susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik.
a. Etika deskriptif
Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang di perbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu, etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya, penggambaran tentang adat mangayau kepala pada suku primitive.
b. Etika Normatif
Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau buruk.
Etika normatif kerap kali juga disebut filsafat moral atau juga disebut etika filsafati. Etika normatif dapat dibagi kedalam dua teori, yaitu teori nilai dan teori keharusan. Teori-teori nilai mempersoalkan sifat kebaikan, sedangkan teori keharusan membahas tingkah laku. Adapula yang membagi etika normative kedalam dua golongan sebagai berikut: konsekuensialis dan nonkonsekuensialis. Konsekuensialis berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun nonkonsekuensialis berpendapat bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari tindakan itu, atau ditentukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh keberadaanya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip tertentu.
2. Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Istilah estetika berasal dari kata Yunai yang mempunyai arti aesthesis, yang berati pencerapan indrawi, pemahaman intelektual, atau bisa juga berati pengamatan spiritual. Istilah art berasal dari kata latin ars, yang berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan.
Estetika dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu estetika deskriptif dan estetika normative. Estetika deskriptif menguraikan dan melukiskan fenomena-fenomena pengalaman keindahan. Estetika normative mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar, dan ukuran pengalaman keindahan.  Filsafat seni mempersoalkan status ontologis dari karya-karya seni dan memepertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan manusia dengan realitas. Filsafat keindahan membahas apakah keindahan itu ada apakah nilai indah itu objektif atau subjektif.

C. Isu Aksiologi
Problema aksiologis yang pertama berhubungan dengan nilai. Berkaitan dengan masalah nilai sebenarnya telah dikaji secara mendalam oleh filsafat nilai. Oleh sebab itu dalam kesempatan kali ini pemakalah sedikit akan membahas beberapa hal saja yang kiranya penting untuk dipaparkan berkaitan dengan masalah nilai. Tema-tema yang muncul seputar masalah ini misalnya apakah nilai itu subjektif atau objektif.
Perdebatan tentang hakikat nilai, apakah ia subjektif atau objektif selalu menarik perhatian. Ada yang berpandangan bahwa nilai itu objektif sehingga ia bersifat universal. Di mana pun tempatnya, kapanpun waktunya, ia akan tetap dan diterima oleh semua orang. Ambil misal mencuri, secara objektif ini salah karena hal itu merupakan perbuatan tercela. Siapa pun orangnya, di mana pun dan kapanpun pasti akan sepakat bahwa mencuri dan perbuatan tercela lainnya adalah salah. Jadi nilai objektif itu terbentuk jika kita memandang dari segi objektivitas nilai.
Sementara jika kita melihat dari segi diri sendiri terbentuklah nilai subjektif. Nilai itu tentu saja bersifat subjektif karena berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang penilaian yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu. Tentunya penilaian setiap orang berbeda-beda tergantung selera, tempat, waktu, dan juga latar belakang budaya, adat, agama, pendidikan, yang memengaruhi orang tersebut. Misalnya bagi orang Hindu tradisi Ngaben (membakar mayat orang mati) merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap orang mati dan bagi mereka hal itu dianggap baik dan telah menjadi tradisi. Namun bagi orang Islam hal itu diangap tidak baik. Berhubungan seksual di luar nikah asal atas dasar suka sama suka hal ini tidak menjadi masalah dan biasa di Barat. Tapi bagi orang Islam hal itu jelas hina, jelek, dan salah. Bagi orang-orang terdahulu, ada beberapa hal yang dianggap tabu, tidak boleh dilakukan dan tidak pantas tapi hal-hal tersebut tidak lagi bermasalah bagi orang-orang sekarang ini. Dari sini bisa dilihat bahwa nilai itu bersifat subjektif tergantung siapa yang menilai, waktu dan tempatnya.
Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang baik dan buruk bukan salah dan benar. Apa yang baik bagi satu pihak belum tentu baik pula bagi pihak yang lain dan sebaliknya. Apa yang baik juga belum tentu benar misalnya lukisan porno tentu bagus setiap orang tidak mengingkarinya kecuali mereka yang pura-pura dan sok bermoral, tapi itu tidak benar. Membantu pada dasarnya adalah baik tapi jika membantu orang dalam tindakan kejahatan adalah tidak benar.
Jadi, persoalan nilai itu adalah persoalan baik dan buruk. Penilaian itu sendiri timbul karena ada hubungan antara subjek dengan objek. Tidak ada sesuatu itu dalam dirinya sendiri mempunyai nilai. Sesuatu itu baru mempunyai nilai setelah diberikan penilaian oleh seorang subjek kepada objek. Suatu barang tetap ada, sekalipun manusia tidak ada, atau tidak ada manusia yang melihatnya. “Bunga-bunga itu tetap ada, sekalipun tidak ada mata manusia yang memandangnya. Tetapi nilai itu tidak ada, kalau manusia tidak ada, atau manusia tidak melihatnya. Bunga-bunga itu tidak indah, kalau tidak ada pandangan manusia yang mengaguminya. Karena, nilai itu baru timbul ketika terjadi hubungan antara manusia sebagai subjek dan barang sebagai objek[6].”

D. Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui di depan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
Dalam pemanfaatan aksiologi ilmu dapat dikaitkan juga dengan kenyataan yang ada di Indonesia saat ini. Bencana-bencana seperti tak berhenti melanda bumi pertiwi. Yang terakhir paling hangat dibicarakan adalah bencana alam Wasior, Merapi, dan Mentawai yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan. Kecamatan Wasior di Papua Barat, diterjang longsor dan banjir bandang. Kepulauan Mentawai di Sumatra Barat diguncang gempa dahsyat dan tsunami yang menyapu bersih wilayah di pesisir pulau tesebut. Gunung merapi di kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, meletus berulang kali hingga memuntahkan awan panas yang suhunya mencapai 600o celcius. Tentu ketiga bencana jelas bukan hanya telah dan akan memakan korban jiwa manusia yang tidak sedikit, namun juga telah menghantam dan memporak-porandakan seluruh isi sekitar bencana. Dari contoh diatas dapat kita kaitkan dengan aspek aksiologi ilmu. Bencana-bencana yang terjadi di Indonesia terlepas dari kuasa Tuhan YME, ternyata manusia juga ikut berperan dalam kehancuran bumi. Contoh, dari Wasior yang dilanda banjir bandang baru-baru ini ditemukan fakta bahwa penyabab banjir bandang adalah illegal logging atau pembalakan liar hutan yang seharusnya menjadi tadah air hujan justru tidak ada.
Kedua, Gunung Merapi yang kembali memuntahkan awan panas. Namun, dari banyak bencana yang terjadi ada point kesalahan yang dilakukan yaitu adanya kegandaan koordinasi di lapangan yang mengakibatkan kebingungan pelaksanaan perintah hingga banyak nyawa dari saudara-saudara kita yang tidak tertolong karena keterlambatan evakuasi. Lengkap sudah penderitaan dan bencana di negeri ini, dari kesalahan dan kecerobohan manusia, kini dilengkapi dengan tidak tersalurkannya bantuan secara tepat sasaran bagi pengungsi kerena tidak ada sarana untuk menjangkau daerah yang parah karena tsunami di Mentawai.
Aksiologi akan memberi sebuah pemahaman kepada kita tentang sebuah keseimbangan antara nilai dan bagaimana penilaian kita terhadap suatu objek dan dengan keadaan bangsa saat ini. Dalam aksiologi terdapat nilai-nilai yang terkandung didalamnnya. Kita dapat menggaris bawahi dari pendapat Drs. Prasetya : adanya nilai jasmani antara lain nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna, nilai hidup dengan keadaan sekarang benar-benar di prioritaskan. Jika dalam teori nilai hidup merupakan suatu yang dikejar untuk kelangsungan hidupnya, maka dalam prakteknya manusia benar-benar memprioritaskan nilai tersebut. Seperti saat merapi meletus, masyarakat lebih memilih menyelamatkan diri dan meniggalkan harta benda yang dimiliki. Sedangkan nilai rohani adalah faham tentang nilai religi akan menjadi prioritas ke depan, keyakinan teguh yang dipegang untuk pedoman kehidupan di dunia dan akhirat. Kenyataannya, apabila manusia tidak memiliki pedoman mengenai suatu keyakinan maka dalam hidupnya seolah manusia tidak mempunyai tujuan, tidak mengenal Tuhan, dan tidak mengerti agama. Problema aksiologis yang pertama berhubungan dengan nilai. Berkaitan dengan masalah nilai sebenarnya telah dikaji secara mendalam oleh filsafat nilai. Filsafat sebagai kumpulan teori yang digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran, sebagai pandangan hidup, sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa aksiologi merupakan suatu ilmu yang mengajarkan cara tentang bagaimana manusia mampu menyeimbangkan antara pengertian dan pelaksanaan nilai dalam kehidupan. Aspek aksiologis dari filsafat membahas tentang masalah nilai atau moral yang berlaku di kehidupan manusia. Mengapa dalam filsafat ada pandangan yang mengatakan nilai sangatlah penting, itu karena filsafat sebagai philosophy of life mengajarkan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan yang berfungsi sebagai pengontrol sifat keilmuan manusia. Teori nilai ini sama halnya dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Filsafat sebagai kumpulan teori yang digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran, sebagai pandangan hidup, sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono. (2014). Filsafat Ilmu: Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter Keilmuan Hukum. Malang: Cita Intrans Selaras.


No comments:

Post a Comment

AKSIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabang-cabang Ilmu filsafat banyak sekali di antaranya yang ada dalam pembahasan makalah ini adalah...